Tenun Melayu Riau

Motif pucuk rebung merupakan ragam hias yang tumbuh dan berkembang pesat di Pulau Sumatera salah satunya di daerah Riau. Motif tersebut menjadi fenomena yang menarik bagi masyarakat setempat, terbukti banyak temuan dalam hasil tenunan kain songket yang bermotif pucuk rebung seperti pada kain ikat kepala (tanjak), sarung, dan selendang. 

Peletakan motif itu terdapat pada permukaan kain dan lebih banyak dijumpai pada bagian ujung hingga sering disebut motif tumpal. Masyarakat Melayu di Riau memandang motif pucuk rebung tidak hanya dijadikan hiasan kain songket semata, tetapi juga dimaknai secara simbolis dan filosifis dalam kehidupan sehari-hari. 

Motif pucuk rebung memiliki beragam variasi yang membentuk motifmotif baru, bahkan ada yang menciptakan nama-nama baru pula untuk menyebut ragam hias yang dimaksud. Selain memperkaya makna dari motif pucuk rebung, juga menunjukkan tingginya kreativitas masyarakat Melayu Riau dalam berkesenian, pengembangan motif memperkaya nilai filosofi yang terkandung di dalamnya. Motif pucuk rebung memiliki banyak variasi bentuk yang berbeda, setiap motifnya memiliki makna yang berbeda juga namun pada hakekatrnya motif pucuk rebung memiliki motif dasar yang sama yakni bentuk segitiga. 

Menurut cerita leluhur setiap motif pucuk rebung yang terdapat pada kain tenun songket memiliki makna simbolis dan nilai filosofis. Nilai-nilai tersebut dapat meningkatkan jumlah penikmat tenun songket di Riau, selain itu juga sebagai media untuk menyebarluaskan nilai-nilai luhur yang terkandung pada setiap motifnya. Pembuatan motif pucuk rebung dilakukan secara turun-temurun, faktor inilah yang menjadi pondasi utama motif pucuk rebung semakin berdiri kokoh dan menjadi kebanggaan masyarakat Riau. 

Sejarah Melayu Riau menerangkan bahwa Tengku Maharatu adalah permaisuri Sultan Syarif Kasim II, Sultan Syarif Kasim II dinobatkan sebagai sultan kerajaan Siak pada 13 Maret 1915 dengan gelar Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil Syaifuddin. Sejak tahun 1747 bertenun telah lama digeluti oleh masyarakat Melayu Riau, Tengku Maharatu merupakan tokoh wanita Melayu Riau yang berjasa dalam mengembangkan kerajinan kain tenun songket Melayu Riau, setelah permaisuri pertama Tengku Agung meninggal dunia Tengku Maharatu melanjutkan perjuangan kakaknya dalam mengajarkan tenun songket kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat wanita. 

Kain songket ditenun menggunakan benang emas, benang perak, dan campuran benang lainnya, benang emas dan perak yang mencolok menjadi ciri khas pada pola kain tenun songket melayu Riau. Kain tenun songket digunakan sabagai bahan utama dalam pembuatan pakaian pengantin, selain itu kain tenun songket menjadi benda penting sebagai seserahan pada pengantin. 

Kegunaan kain tenun songket tradisional tidak hanya berfungsi untuk menutup tubuh (aurat), akan tetapi juga dimaksudkan untuk si pemakai tahu diri dan menjunjung akhlak mulia. Nilai-nilai luhur adat istiadat dan tradisi yang hidup dalam masyarakat menjadi cerminan dalam sanubari setiap masyarakat Melayu Riau melalui penggunaan kain tenun songket tersebut. Lebih dari itu, kain tersebut juga mengandung makna spiritual yang dipercaya dapat menghindarkan bahaya atau malapetaka bagi pemakainya. 

“pantang memakai memandai-mandai” 

(dalam buku Corak dan Ragi Tenun Melayu Riau: 3)

Itulah sebabnya dalam budaya Melayu Riau yang maknanya dalam berpakaian tidak boleh dikenakan secara sembarangan. Oleh karena itu, setiap penggunaannya harus mengikuti peraturan atau ketentuan yang sudah diatur oleh adat setempat.

Corak pucuk rebung berkembang menjadi dua puluh delapan bentuk, selain menjadi memperkaya khazanah corak Melayu Riau juga menunjukkan tingginya daya karsa, cipta, dan karya atau kreativitas masyarakat Melayu Riau dalam berkesenian dan berkebudayaan. Menurut Wawa pemilik rumah tenun Kampung Bandar, motif pucuk rebung memiliki 28 variasi dan memiliki nama-nama berbeda hal ini juga penulis temukan pada buku corak dan ragi tenun Melayu Riau. 

Motif Pucuk Rebung

1 Pucuk rebung bertunas

2 Pucuk rebung sekuntum

3 Pucuk rebung puteri 

4 Pucuk rebung kuntum dewa

5 Pucuk rebung kuntum dua dewa

6 Pucuk rebung kuntum paku

7 Pucuk rebung terkulai

8 Pucuk rebung kepala pakis

9 Pucuk rebung duduk

10 Pucuk rebung bungkus

11 Pucuk rebung kaluk paku

12 Pucuk rebung penuh

13 Pucuk rebung kuntum mambang

14 Pucuk rebung kaluk pakis bertingkat

15 Pucuk rebung kaluk pakis

16 Pucuk rebung bertabur

17 Rebung penuh 

18 Pucuk rebung daun melambai

19 Pucuk rebung balai anak

20 Pucuk rebung paruh burung 

21 Pucuk rebung bersiku keluang

22 Pucuk rebung bunga berpangkat

23 Pucuk rebung kembar

24 Pucuk rebung bersiku

25 Pucuk rebung tersamar

26 Pucuk rebung berhias

27 Pucuk rebung  dahan terkulai

28 Pucuk rebung terkulai 


Daftar Pustaka

Akkapurlaura. (2015). Pengembangan Motif Rantai, Tampuk Manggis, Pucuk Rebung, Siku Awan, Dan Lebah Bergayut Pada Kain Songket Melayu Riau. Universitas Trisakti, Jakarta.

Ernati. (2010). Songket Palembang. Palembang: Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. 

Malik, Abdul; Effendy, Tenas; Junus, Hassan; Thaher, Auzar. (2004). Corak dan Ragi Tenun Melayu Riau. Yogyakarta: Adicitra.

Taylor, E.B. 1891. Primitive Culture .London : J. Murray.  

 Toekio, M. Soegeng. (1987). Mengenal ragam hias Indonesia. Bandun : Penerbit Angkasa. 

Jurnal

Lestari, Sasya dan Menul Teguh Riyanti. (2017). Kajian motif tenun songket Melayu Siak tradisonal khas Riau. Dimensi DKV, Vol. 2. No. 1.

Wahyuni, Endang Tri. (2015). Makna Simbolis Motif Tenun Songket Aesan Gede Dalam Prosesi Pernikahan Adat Palembang Sumatera Selatan. Solo: Institus Seni Indonesia Surakarta.


Nama           : Rommy Fahillah
NIM              : 202301029
Prodi            : Akuntansi Syariah
Mata Kuliah : Alam dan Tamadun Melayu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ETIMOLOGI BAHASA MELAYU